Rabu, 31 Agustus 2011

Maafkan, Jika Memang Caraku yang Salah


“Kak Aliya! Liat nih ada siapa di tv?” Adikku, Gabriel berteriak sangat kencang. Aku yang sedang membaca novel di kamar atas sampe kaget dan segera melangkah keluar.
“Apaan sih, de? Asli, berisik banget deh kamu.” Aku berteriak dari lantai atas.
“Aku Cuma mau kasih tau, ada Kak Angga di tv! Kalo nggak mau dikasih tau yaudah, nggak aku kasih tau lagi nanti!” Aku tersentak. Itu pasti Rangga! Gabriel memang memanggil Rangga dengan Angga, sudah terbiasa sejak dulu. Aku segera berlari ke bawah, duduk dengan segera di depan tv.
“Tadi marah-marah, sekarang malah matanya nggak kedip sedikit pun!” Gabriel menggerutu.
“Ih, berisik banget sih kamu, de! Nanti nggak kedengeran nih suaranya.” Aku menoleh ke belakang sebentar, mengambil remote dan memaksimalkan volumenya.
“Ih, bukannya terima kasih, malah marah-marah!”
“Terima kasih adikku sayang!” Aku mencubit pipinya yang tembem itu, sama seperti pipi Rangga. Gabriel, adik keduaku. Masih berumur 9 tahun. Sedangkan Rangga, adalah tetangga, teman sejak kecil dan sudah ku anggap seperti kakakku sendiri. Dulu, jauh sebelum terkenal bersama SM*SH-nya, kami kemana-mana selalu bersama. Ke kampus, ke tempat makan, hang out. Aku nggak pernah lepas dari sampingnya. Sehingga nggak sedikit yang menggosipkan hal yang nggak-nggak tentang kami berdua. Beruntung, Rangga menanggapinya dengan enteng. Aku pun juga begitu. Karena emang sama sekali aku nggak ada rasa sama dia.

“Gossipnya, lagi deket sama cewek ya akhir-akhir ini? Kalo nggak salah inisialnya KE” Tanya seorang wanita, host sebuah acara gossip kepada Rangga. Ke-enam personil yang lain nampak senyam-senyum dan kompak menatap ke arah Rangga. Rangga hanya tersenyum, namun sempat menoyor kepala Bisma.
“Ah nggak kok mbak! Cuma Gossip itu. Kita kan sama-sama musisi, jadi emang deket gitu. Semuanya juga sama-sama deket kok.” Ungkap Rangga.
“Ah, buktinya gue enggak kok.” Bisma menyambar sambil senyum tengil.
“Iya, gue juga. Kayaknya Cuma lo doang deh, ngga.” Lanjut Ilham. Rangga mendorong tubuh Ilham sedikit. Aku semakin terbawa ke dalam percakapan ini.
“Tuh kan, berarti gossipnya beneran dong, ya?” Host wanita itu makin ingin tahu, maklumlah ini bagian dari pekerjaannya.
“Jangan saya terus dong, Mbak. Yang lain juga banyak yang digossipin kok.” Rangga memelas. Aku tersenyum melihat tingkahnya. KE, pasti yang dimaksud adalah Kara Effendi. Penyanyi pendatang baru yang sempat berkolaborasi bersama mereka di satu kesempatan. Setelah itu, mereka makin sering ditampilkan bersama. Ya, Rangga memang banyak cerita tentang Kara. Bagaimana Rangga memujinya dan menyukai sikap rendah hatinya. Kami masih terus saling contact. Kadang memang aku yang harus memulai duluan, ketika aku mulai merindukan kehadirannya disampingku.

Acara gossip telah selesai. Aku beranjak, hendak kembali ke kamar.
“Rangga emangnya udah jarang balik ke Bandung ya, Al?” Tanya mama sambil menyiapkan makan malam. Aku kaget akan kehadirannya. Sementara Gabriel, sudah tidak ada disitu, mungkin sejak lama.
“Iya kayaknya, Ma. Maklumlah, dia kan sekarang sibuk manggung. Di Jakarta, tawaran mereka lebih banyak. Jadi, dia lama ada disana.” Aku kemudian membantu mama menyiapkan makan malam.
“Nggak kangen apa dia sama masakan mama? Sama kamu? Sama Cemong? Nanti kalo kamu ketemu sama dia, sampein salam mama buat dia, ya. Suruh dia main disini sekali-sekali.” Kata-kata mama itu penuh arti banget. Cemong itu nama kucing persia peliharaan adik-adikku. Rangga perhatian banget sama Cemong. Selagi Rangga dirumah, dia yang ngurusin Cemong, dia yang kasih Cemong makan, dia yang mandiin Cemong.‘Tenang, ma. Nanti aku sampein semua komplain mama ke dia.’ Ucapku dalam hati.

*****

“Rangga apa kabar, Al? Jarang banget keliatan di kampus deh.” Tanya Widya saat kami sedang mencari bahan tugas di perpustakaan. Widya, sahabatku sejak SMA. Kami emang baru kenal 2 tahun belakangan ini, tapi hubungan kami sudah lebih daripada sahabat. Widya, orang yang paling mengerti aku, bahkan melebihi diriku sendiri.
“Kabar terakhir sih dia baik-baik aja. Cuma agak sedikit nggak enak badan, mungkin karena kecapekan. Kemaren dia bilang rencananya mau ambil cuti sih. Cuma nggak tau deh jadi apa nggak.” Aku terus melanjutkan membaca.
“Kemaren gue nonton acara *****, Rangga digosipin gitu ya sama penyanyi pendatang baru itu?” Aku nggak tau kenapa, setiap inget sama acara itu, setiap inget sama pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan buat Rangga, setiap inget sama reaksi temen-temennya, pasti tiba-tiba jantungku berdegup kencang.
“Katanya sih. Rangga juga sering kok cerita tentang Kara. Dan kayaknya dia anaknya baik. Walaupun beda umur mereka 3 tahun, Rangga nyambung banget kalo ngobrol bareng Kara. Mungkin karena itu mereka jadi akrab, baik di atas panggung maupun di belakang panggung. Itu juga mungkin yang jadi santapan infotainment. Tapi, sampai saat ini sih Rangga belom cerita soal perasaannya sama Kara ke gue.” Aku mengakhiri penjelasan itu dengan tersenyum.
“Kayaknya cocok banget tuh mereka. Tapi, lo gpp kan kalo pada akhirnya gossip itu ternyata bener?” Widya menatap mataku dalam. Aku kaget.
“Haha, Rangga itu udah gue anggep kayak kakak gue sendiri. Nyokap anggep dia kayak anak sendiri. Mana mungkin gue cemburu? Lagian, ada-ada aja pertanyaan lo.” Aku menjawabnya dengan enteng.
“Lo yakin, lo nggak cemburu?” Kali ini mimik wajah Widya terlihat lebih serius.
“Yakin, Wid! 1000%!” Aku mengedipkan sebelah mata. Kemudian kami larut dalam kesibukan masing-masing.

BRUK! Aku mendaratkan tubuhku ke kasur. Menatap langit-langit kamar. Entah apa yang membuat pikiranku kembali melayang pada kejadian di perpustakaan tadi.
‘Lo yakin, lo nggak cemburu?’
Kenapa bisa-bisanya Widya bertanya seperti itu? Emang apa yang membuat aku sampe cemburu kalo seandainya hal itu benar terjadi? Aku sama sekali nggak punya perasaan apa-apa kok. Aku hanya merindukan sosoknya, yang biasanya selalu disampingku. Aku merindukannya sebagai sahabat, sebagai kakak.
Aku kemudian berganti pakaian dan segera menuju meja belajar kemudian menyalakan laptop. Ingin memeriksa mention apa saja yang masuk ke akun twitter ku. Setelah sebelumnya aku meng-update status.
‘What a tiring day. Sometimes, I just need you by my side. Even you aren’t talk anymore.’
Lalu, mulailah aku menelusuri timeline. Ku lihat status update dari Rangga sekitar 45 menit yang lalu.
‘Semangat ya latihannya @KaraEffendi! See you on the stage :)’
Oh, ternyata mereka akan satu panggung lagi. Tumben Rangga nggak cerita apa-apa soal ini. Mungkin dia lupa karena terlalu sibuk. Spontan aku tersenyum kecil. Aku arahkan mouse ke atas untuk melihat tweet-tweet baru. Dan ternyata Rangga update lagi.
‘@KaraEffendi hahaha udah hafalin dulu itu gerakan! Jangan sampe salah ya nanti di panggung. Bikin malu dong? :p’
Yeah, akrab sekali mereka. Namun, aku menyadari kemudian adanya 1 tweet baru di mentionku. Widya.
‘@Aliyaaa siapa? Yang tadi kita bicarain di perpus? *mata menyelidik* :p’
Aku membalas:
‘@Widyawierr hahaha, bukan siapa-siapa neng. Jangan gossip deh lo.’
Aku kembali menelusuri timeline. Kembali ada nama Rangga, 10 menit kemudian Rangga masih saja online, begitu juga setelah 30 menit kemudian. Namun, masih dengan orang yang sama. Aku berharap Rangga komentar sedikit saja. Namun, harapanku tidak menjadi kenyataan. Ku pandangi hp yang sejak tadi aku letakan di tempat tidur. Tidak ada notification. Aku menghela nafas panjang, lalu kumatikan laptop.
Aku kembali merebahkan diri. Menutup mataku dengan guling. Menangis. Ya, tanpa aku sadari, air mata ini mengalir begitu saja. Dadaku terasa sesak. Aku nggak bisa menjelaskan apa yang terjadi pada diriku. Sampai akhirnya aku terlelap dalam tangisan.

Tok..Tok..Tok
“Kak Aliya! Tidur ya? Bangun dong! Disuruh mama mandi sama turun ke bawah buat makan! Kak, bangun! Tumben banget sih pintunya dikunci? Kak Aliyaaaa!!” Kini suara Galang terdengar sangat keras. Menembus gulingku. Aku terbangun dan melihat jam, sudah jam 6 malam. Lalu melangkah ke arah pintu dan membukanya.
“Iya, 15 menit lagi Kak Al ke bawah ya, sekarang mau mandi dulu.” Aku tersenyum menatap Galang.
“Kak Aliya abis nangis ya? Matanya bengkak tuh!” Galang menunjuk wajahku. Aku meraba bagian sekitar mata, memang berair dan agak perih. Aku menggeleng dan tersenyum kepada Galang. Lalu membelai rambutnya dan menutup pintu untuk segera mandi. Ketika sampai di depan kamar mandi, aku menatap layar hp ku. Aku berharap ada lampu merah berkedip-kedip, namun nyatanya tidak. Lalu aku segera mandi.

“Makan dulu yuk, Al!” Ajak mama. Di meja makan tersedia ayam goreng kesukaanku dan juga sayur asem serta sambel terasi. Waw, baunya harum. Aku mengelus perutku sedikit.
“Siap, bos!” Galang dan Gabriel sudah ambil posisi di meja makan. Selanjutnya kami makan bersama. Kadang, ketika makan bersama seperti ini, aku rindu akan kehadiran sosok papa. Aku rindu untuk bercengkrama lagi dengan beliau. Tentang semua masalahku, tentang semua hari-hariku. Aku menganggap beliau pendengar yang baik. Sahabat sejati. Namun, ketika kini beliau sudah tidak ada lagi, aku bingung mau bercerita pada siapa. Mama terlalu sibuk dengan bisnisnya, membuat jarak di antara kami. Meskipun aku selalu berusaha menghilangkan sejenak jarak itu.
“Bengong aja kamu! Itu sayur asemnya dimakan, kalo dingin kan nggak enak lagi rasanya.” Ucapan mama membuyarkan lamunanku. Aku segera menghabiskan makananku. Setelah selesai, aku kembali lagi ke kamar. Menyalakan laptop, kembali menelusuri timeline twitter.

Kurang lebih 3 jam aku berada di depan laptop. Baru saja akan sign out, aku melihat update-an Rangga.
‘Perform Day 1 done! :) see you tomorrow, @KaraEffendi! Nggak nyangka ditawarin duet sama penyanyi besar Indonesia :D’
Ternyata dia abis perform di acara-yang-tidak-pernah-diberitahukannya-kepadaku. Thanks, Rangga. Sepertinya sudah ada yang menggantikan posisiku, have fun! Aku klik tanda unfollow pada profilenya. Goodbye!
Lalu aku menulis blog, menulis apa saja yang aku rasakan saat itu. Nggak lama, air mata kembali mengalir dan dada ini seketika terasa sesak. Aku mematikan laptop dan segera tidur.

2 bulan sudah berlalu. Aku lost contact sama Rangga. Sesuatu hal yang aku takutkan bakal terjadi, namun dijanjikan Rangga nggak akan pernah terjadi. Tiba-tiba hp ku berbunyi, notification bbm. Aku membukanya dan kaget. Rangga.
‘Heh, jelek! Sombong abis ya lo! Udah nggak ada kabar, sekarang lo unfollow gue! Bodo ah, marah gue!’
Aku pengen marah! Aku pengen dia tau, kalo dia yang ngelakuin ini duluan! Dia yang bikin aku begini! Kenapa dia nggak nyadar?
‘Trus sekarang bbm gue Cuma di read doang?’
Datang lagi bbm dari Rangga. Baiklah aku nyerah. Aku berusaha sebiasa mungkin.
‘Hehe, twitter gue udah lama nggak aktif, sekarang rada error gitu deh. Temen-temen gue juga pada banyak yang ke unfollow sendiri.’
Maaf sekali, aku telah berbohong, Rangga.
‘Ah, dasar lo! Kirain gue lo udah bener-bener nggak mau kenal lagi sama gue haha.’
Aku tertawa membaca pesannya.
‘Emang! Rangga yang dulu gue kenal udah sombong sekarang! Udah nggak pernah ngobrol sama gue lagi! Udah jadi orang lain dalam hidup gue!’
‘Hahaha, sorry deh. Gue akhir-akhir ini sibuk banget. Ini aja baru keluar dari Rumah Sakit karena typus. Eh, hari Minggu dateng ya ke kampus, gue manggung disitu. Bareng sama Kara juga.”
Aku khawatir baca bbmnya.
Nah, sekarang kebukti kan siapa yang sombong dan nggak pernah ngasih kabar? Besok-besok kalo sakit, nggak usah hubungin gue. Karena lo juga nggak mau gue jenguk kan? Oh, sama cewek lo juga ya?’
Aku ngerasa, kata-kata diatas cukup untuk menyindir seorang Rangga.
“Woy, gue kan lagi di Jakarta. Nggak mungkin gue tega nyuruh lo bolak-balik Jakarta-Bandung Cuma untuk ngejengukin gue. Gue baik-baik aja kok, lek! Hahaha, sama aja lo kayak infotainment! Tukang gossip! Udah ah, gue nggak mau tau, pokoknya lo harus dateng! Gue kangen!”
Air mataku mengalir perlahan. Lo kira gue nggak kangen? Gue lebih lama ngerasain ini dibanding lo, ngga!
‘Sip! Gue pasti dateng!’
Pembicaraan berakhir. Hari minggu berarti 2 hari lagi. Aku nggak sabar mau ketemu Rangga.

*****

Ya, hari itu tiba. Aku berangkat pukul 8 dari rumah. Tak lupa, aku mengajak Widya ikut. Rangga bilang, dia akan sampai di lokasi sekitar jam 9, dan acara mulai jam 12. Aku mengenakan bigjill berwarna kuning, jeans biru muda, sepatu kets dan syal berwarna hitam.

Baru saja aku keluar dari angkot, Rangga meneleponku.
“Halo.” Ucapku agak canggung.
“Lo dimana, lek? Gue baru nyampe nih. Lo cepetan ya kesininya!” Aku segera berjalan menuju backstage.
“Emang gue boleh masuk backstage?” Tanyaku nggak yakin.
“Hey, emang lo siapa? Lo kan sahabat gue! Ijin langsung dari gue kok! Lo apa-apaan sih? Kok jadi aneh gini? Dasar! Yaudah, pokoknya gue tunggu lo ya disini.”
KLIK! Telepon tertutup.
“Kita ke backstage ya, Wid.” Aku tersenyum simpul pada Widya.
Nggak lama kemudian, aku melihat tenda berwarna putih, aku masuk ke dalam dan mendapati semua personil SM*SH ada disitu, juga Kara. Dia mengenakan dress berwarna putih, panjang selutut dan big belt warna hitam. Tampak dia sedang asik ngobrol dengan Rangga. Rangga menghampiriku setengah berlari.
“Jeleeeek!” Dia merangkulku. Erat. Aku dapat mencium wangi parfumnya. Masih sama seperti yang dulu. Aku balas memeluknya. Sepertinya hingga kami berdua sulit bernafas.
“Gue kangeeeen!” Ucap Rangga setengah berbisik, tepat di kupingku. Aku hanya bisa menitikan air mata.
“Hey, lo nangis?” Rangga melepas pelukannya dan mendapati aku menangis. Aku menangis bahagia, Rangga!
“Lo kenapa?” Rangga menghapus sebagian tetesan air mata di pipiku.
“Gue seneng banget bisa ketemu lagi sama lo!” Air mataku mengalir kembali. Aku memeluknya. Erat. Sangat erat.
“Gue kira kita nggak bakal bisa ketemu lagi.” Air mataku mengalir lebih deras. Lagi-lagi Rangga melepas pelukanku dan menyeka air mataku dengan tangan halusnya.
“Udah ah, jangan nangis lagi. Dasar cengeng!” Rangga tertawa kecil. Aku kemudian menghapus air mataku.
“Kara, kenalin ini Aliya. Dia sahabat gue sejak kecil. Dan Aliya, ini Kara. Yang sering gue ceritain.” Aku bersalaman dengan Kara. Bener kata Rangga, Kara emang cantik dan manis. Seketika aku menyadari kalo Rangga cocok kok bersanding dengan Kara. Nggak lama Bisma memelukku.
“Apa kabar Aliya? Gila, long time no see! Kangen gila-gilaan lagi bareng lo!” Aku balas memeluk mamang yang satu ini.
“Baik, abis ketemu lo. Apa kabar lo?” Aku memeluk Bisma erat sekali.
“Baik, kok. Alhamdulillah.” Bisma melepas pelukannya.
“Jadi abis ketemu gue nggak baik nih?” Rangga menatap sinis. Aku kaget. Lalu nyengir.
“Ya elah, gitu aja sensi. Becanda kok gue.” Aku mencubit pipinya pelan. Lalu kemudian melepas rindu dengan Reza, Morgan, Ilham, Dicky dan Rafael. Aku juga memperkenalkan Widya pada mereka.

Sementara aku bercanda-canda dengan Widya dan ke-6 personil lainnya, Rangga malah terlihat sangat akrab dengan Kara. Seakan-akan, pelukan tadi hanya formalitas. Aku berusaha menutupi ketidaksukaanku melihat mereka ngobrol.
“Aw!” Kara mengaduh. Dia terjatuh. Nampaknya sepatu hak tingginya patah dan membuat kaki Kara keseleo.
“Kara!” Rangga menangkap tubuh Kara, sangat pas! “Lo gpp?” Tanya Rangga dengan begitu perhatian.
“Aduh, kaki gue. Ini hak gue patah ternyata. Gue gpp kok.” Kara berusaha berdiri, namun ditopang oleh Rangga.
“Lo beneran gpp?” Rangga terlihat masih khawatir.
“Gpp, gue mau ke mobil dulu, ya. Mau ambil high heels gue yang lain.” Kara tersenyum. Manis. Tapi ternyata dia nggak terlalu kuat. Untuk kedua kalinya dia terjatuh dan ditopang Rangga.
“Tuh kan! Lo beneran kuat nggak sih? Biar gue anterin, deh.”
“Gue ada ini. Mau gue pijetin sebentar?” Aku mengeluarkan obat gosok dari dalam tas. Kara terduduk dan tersenyum, lalu mempersilahkanku untuk memijitnya sebentar.
“Pelan-pelan ya, Al.” Rangga berpesan. Aku menoleh dan tersenyum.

Kara sudah merasa baikan. Rangga melarangnya untuk jalan ke mobil, dan meminta tolong pada assistennya untuk mengambilkan high heels Kara yang lainnya. Aku pamit ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Di perjalanan menuju kamar mandi, aku masih mengingat betul betapa perhatian Rangga akan Kara sangat besar. Aku masih ingat bagaimana Rangga khawatir akan Kara. Aku pun rindu akan perhatian Rangga, aku merindukan sosoknya yang begitu memperhatikanku. Aku meluapkan semua rasa yang aku pendam, kini tangisan itu tak lagi hanya di dalam hati. Ini begitu menyakitkan, Rangga! Biarlah kamar mandi ini menjadi saksi bisu akan tangisan teruntuk Rangga. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan. Aku menoleh ke belakang. Widya.
“Al, gue udah tau apa yang lo pendem selama ini. Mata lo itu nggak bisa boong, Al. Lo harus jujur sama Rangga. Lo harus bilang semuanya ke dia, biar dia sadar, bahwa elo selama ini ada.” Aku tersenyum sembari menangis. Apapun yang terjadi, aku belom sanggup mengatakan semua ini pada Rangga. Toh aku sadar bahwa cintaku telah bertepuk sebelah tangan. Kami segera kembali ke backstage. Ku lihat Rangga masih berdua disana.
“Makasih ya, Al. Kaki gue udah agak mendingan.” Ucap Kara dari tempat duduk. Aku membalasnya dengan senyuman, yang kukira tulus.

Jam 12, acara dimulai. SM*SH perform sebagai opening dan juga closing. Closing mereka menyanyikan lagu ‘Kau Gadisku’. Disitu, terlihat sekali kemesraan antara Rangga dan Kara. Aku mencoba tersenyum, namun itu sulit. Setelah mereka turun panggung, aku segera pamit pulang. Aku ngerasa nggak kuat kalo harus lama-lama ada disitu. Menikmati kedekatan Rangga dan Kara? Dikiranya aku wanita berhati baja?
“Kok cepet banget, Al? Nggak mau nongkrong bareng dulu?” Tanya Bisma sambil mengelap peluh di wajahnya.
“Gue ada urusan sebentar, mang! Lain kali aja ya!” Aku memeluknya sebentar. Aku harus buru-buru pergi meninggalkan tempat itu. Air mata ini tidak dapat lagi terkontrol. Aku pun menarik tangan Widya dengan sedikit paksaan.
“Al!” Rangga menarik tanganku.
“Sorry, tadi gue udah ditelepon sama nyokap.” Aku berusaha nyengir sebiasa mungkin. Namun Rangga malah membawaku ke pojokan backstage.
“Lo kenapa?” Rangga memegang pundakku erat. Dan aku pun akhirnya membiarkannya melihat tetesan air mata yang mengalir deras melewati pipiku.
“Kenapa nangis?” Rangga berusaha tenang. Aku tau, dia panik melihatku menangis.
“Gue gpp kok, ngga. Mungkin perasaan seneng karena bisa ketemu lo lagi masih kebawa sampe sekarang.” Aku memeluknya erat.
“Gue nggak percaya kalo lo nggak kenapa-kenapa. Gue nggak percaya kalo ini tangisan yang sama kayak tadi pagi. Al, bilang sama gue. Apa salah gue sama lo? Apa perbuatan gue sampe gue bikin lo nangis kayak gini? Sikap lo sejak kita ketemu itu beda, Al.” Aku nggak kuat kalo harus jujur disini.
“Al, kalo lo nggak mau ngomong disini, mendingan kita ke mobil.” Aku mengangguk dan menatap Widya. Widya membalasnya dengan senyuman dan satu anggukan.

“Sekarang Cuma ada kita berdua. Lo udah mau cerita?” Kami telah duduk di dalam mobil. Aku menarik nafas dalam-dalam.
“Lo berubah, ngga. Lo bukan lagi Rangga yang gue kenal dulu. Lo nggak pernah inget sama gue, bahkan kita sampe lost contact 2 bulan. Lo bukan lagi Rangga yang perhatian sama gue. Ya, mungkin perhatian lo tersita buat SM*SH dan.. Kara. Gue pernah berharap, seberharga apapun SM*SH dan Kara di mata lo, setidaknya masih ada nama gue disitu. Tapi ternyata gue salah. Bahkan nama gue udah nggak ada lagi. Gue dateng kesini, yang lo lakuin apa? Lo asik ngobrol sama Kara! Padahal, gue dateng kesini buat lo. Walaupun gue juga kangen sama anak-anak lain, tapi yg lebih gue kangenin itu elo. Cuma waktu lo nggak ada buat gue. Kalo gue tadi nggak pamit pulang, mungkin lo pikir gue udah nggak ada ya disitu?” Air mata ini terus mengalir.
“Al, bukan itu sebenernya maksud gue. Gue Cuma..”
“Cuma keasikan ngobrol sama Kara dan akhirnya nyuekin gue?” Aku memotong pembicaraannya.
“Sorry, pembicaraan gue dan dia ngalir gitu aja. Gue kalo udah ketemu dia ya gitu, jadi lupa segalanya. Karena gue terlalu larut dalam topik yang kita bahas.”
“Fine. Semuanya kayaknya udah jelas kok. Sorry, kita nggak bisa lagi kayak dulu gue rasa. Lo berubah, ngga. Mungkin Kara yang lebih lo butuhin sekarang. Demi Allah, gue gpp, ngga. Gue ngehargai banget elo. Kalo emang kita nggak bisa deket layaknya sahabat, mungkin kita bisa deket layaknya temen. Gue.. cabut dulu, ya! Sukses buat SM*SH.” Aku mengambil tasku dan tersenyum pada Rangga.
“Al, gue boleh nanya satu hal sama lo?” Rangga menarik tanganku. Aku hanya mengangguk.
“Lo jealous? Sama Kara?” Aku kaget. Jealous? Apa mungkin?
“Gue Cuma iri karena sebagian besar waktu lo selalu untuk Kara. Gue nggak jealous, ngga.” Aku tersenyum. Terpaksa.
“Lo jealous, Al!” Rangga masih bersikeras.
“Maaf, mungkin cara yang gue pake salah. Tapi Cuma ini yang bisa gue lakuin untuk membuktikan perasaan lo ke gue, Al. Gue dan Kara nggak seperti yang lo pikirin, nggak seperti yang media beritakan. Gue Cuma pengen tau reaksi lo. Gue Cuma pengen tau ekspresi lo. Karena gue nggak pengen ketika gue mengungkapkan perasaan gue tapi lo nggak ngerasain apa yang gue rasain, dan akhirnya persahabatan yang udah kita jaga sejak kecil rusak gitu aja. Lo kira gue nggak kangen sama lo? Lo kira gue diem aja waktu gue sadar kalo lo jealous dan hati lo sakit? Lo kira waktu lo nangis tadi, gue biasa aja? Gue ngerasain apa yang lo rasain, Al! Gue tau arti dari semua bahasa tubuh lo. Karena rasa ini tumbuh di hati gue sejak lama, bahkan jauh sebelum gue akhirnya kenal SM*SH. Tiap gue pengen bilang ini ke elo, gue takut. Gue takut lo jauhin gue dan kemudian hubungan persahabatan kita berakhir gitu aja. Gue sayang lo, Aliya Saraswati. Satu hal yang mungkin harus lo tau, gue pengen elo, untuk besok dan seterusnya yang ada disamping gue. Gue Cuma pengen elo.” What a surprise! Aku memeluknya erat. Nggak ada perayaan, nggak ada jawaban iya. Cuma kita berdua yang tau bahwa telah terjadi sesuatu di hari ini. Gue juga sayang elo, Rangga Dewamoela Soekarta. Terima kasih untuk semua cara yang salah ini.
 
 
Created by: Pramesti Laksmi
First posted on: thesmashblast.blogspot.com
Contact person: @estipilami
 

My Life Soundtrack


Hari ini hari ke 1300. Aku terbangun,lalu mengambil buku harianku dari dalam laci dan menandai kalender kecil di dalamnya. Berarti sudah 1300 hari aku menjalani hariku tanpa dia. Berarti sudah 1300 kali aku menyilang angka-angka di kalender ini.
Pagi ini semangatku sedang sangat membara. Hari ini hari pertamaku menginjakkan kaki di bangku sekolah tahun terakhirku. Yap! Aku sekarang kelas dua belas! Maka pagi ini aku langsung terbangun dan setengah berlari ke kamar mandi,lekas mengenakan baju seragam, kemudian berlari turun ke lantai bawah.
“Pagi,Ma. Pagi Pa” sapaku setelah turun dari tangga. Lalu menghampiri mamaku di meja makan dan mencium pipinya.
“Pagi sayang. Kamu kok semangat banget sih hari ini? udah cantik lagi! ada apaan sih? ” Mama tersenyum.
“Iya dong Ma, aku kan mau menyambut adik-adik kelas baruku dengan senyum riang gembira! Haha” candaku.
Hal yang paling ditunggu. Masa MOS. 2 tahun lalu aku memang anak baru yang masih culun dan gak tau apa-apa. Tapi sekarang,aku yang berkuasa. Aku membayangkan betapa bahagianya tertawa diatas penderitaan anak-anak kecil itu. Malangnya merke.
Tapi bukan cuma itu yang bikin aku bersemangat. Hari ini aku bisa pamer fortuner putih metalik yang baru dibelikan papa beberapa minggu lalu kepada seisi sekolah. Yah walaupun mobil itu kudapatkan setelah merengek-rengek 2 hari 2 malam. Karena papa nggak tahan lagi dengan rengekanku, akhirnya dia menyerah juga. Yang terpenting,orang2 nggak akan peduli bagaimana caranya mobil itu bisa sampai ke tanganku. Mereka taunya kan mobil itu punya Kanza Stefania Winata.
Sesampainya disekolah aku langsung memarkirkan mobil kesayanganku  itu di parkiran,lalu bergegas mencari ruang kelasku. Dari jauh kulihat udah banyak banget yang berdesakan mencari-cari nama mereka di papan pengumuman. Aku sih,nyerobot aja masuk ke kerumunan itu. Dan mulai mencari namaku. Tak lama, I get it! Yes! Aku masuk XII.A !
***

Aduh! Aku kecewa banget sama pembina OSIS! Aku ga ditempatkan sebagai pengurus MOS! Tapi hanya jadi pengawas. Oh HATIKU HANCUR BANGET! Sebenernya sih, itu juga pengurus MOS. Tapi sama aja boong kan kalau kita Cuma keliling-keliling ngelihatin pengurus lain ngerjain anak baru sedangkan kita nggak boleh ikutan?
Hari ini tugasku mengawasi kelas X.a. Petugas MOS yang bertugas ngerjain mereka adalah si Felly,sahabatku. Oiya,aku belum cerita ya tentang Felly? Dia itu sahabatku banget, kemana-mana selalu berdua, ngapa-ngapain juga selalu berdua. Dan untungnya lagi,kali ini kami juga sekelas. Wah,kami jadi gak terpisahkan gini ya?
 Waktu istirahat,seperti biasa kami duduk dibawah pohon di taman depan sekolahku. Pas lagi enak-enak makan sambil ngobrol,eh nongol-lah seorang cowo ganteng,tinggi,putih dan keren. Laki-laki terganteng kedua yang pernah kulihat. Eh,tapi itu siapa ya? kok aku gak pernah lihat? Apa anak baru? Tapi kok dia udah pakai almamater sekolah ya?
“Fell, Fell.. lo kenal dia nggak?” tanyaku ke Felly.
“Hah,yang mana Za?” Felly malah balik nanya.
“Itu..” aku menunjuk cowo keren tadi.
“Oh, itu aku sih tau.. dia Ilham, anak XII.b” jawabnya.
“Oh, dia seangkatan kita toh? Pindahan?”
“Iya, kata bu Yasmin sih dia pindahan dari Bandung”
Percakapan kami terhenti karena bel masuk berbunyi,dan itu artinya kami harus segera kembali ke pos jaga masing-masing. Kalau enggak,bisa-bisa... terjadi pertumpahan darah!
Oke, berkat kerja kerasku hari ini aku kelelahan banget. Bayangkan aja! Tiba-tiba bu Yasmin datang dan memanggilku yang tadi lagi duduk bersantai sambil mengamati Felly mengerjai anak-anak culun itu.
“Kanza, kemari” panggil bu Yasmin.
Aku mendekat ke bu Yasmin ragu-ragu.
“Kamu ngapain duduk-duduk disitu?”
“Kan saya jadi pengawas bu, ya saya ngawasin” jawabku sekenanya.
“Kamu itu jadi pengawas bukan untuk nonton aja! Tugas kamu itu mengawasi! Kalau ada yang melanggar tata tertib, kamu tegur, kalau ada pengurus yang melewati batas, kamu harus tanggap dan menegur juga! Bukan Cuma nonton dipinggir lapangan aja!” bu Yasmin menceramahi aku dengan sepenuh hati. Sepenuh jiwa. Sepenuh raga.
Betul kan, pasti ada yang nggak enak deh. “Iya bu” jawabku nggak ikhlas.
Malam ini aku sibuk dengan iPod Nano putihku yang kini sedang memutar lagu “Oh Ya”. Tiba-tiba aku jadi teringat Iiham. Cowo tinggi dan ganteng itu tau-tau muncul dipikiranku. Entah kenapa gaya cool dan muka gantengnya itu membayangi aku.. oh indahnya...
Namun sayang ku tak sempat berkenalan denganmu
Dari hati ke hati lalu bicara cinta berdua...

**

1301. Hari ini hari ke 1301. Aku gak pernah capek untuk menandai kalender kecil  ini. gak peduli sampai kapan ini akan terus berlangsung. Aku bahkan selalu kepingin hari lebih cepat berlalu dan lihat apa hasil dari penantianku selama ini.
Hari kedua MOS. Kata-kata bu Yasmin benar-benar masih nempel di otakku. Hari ini aku nggak boleh salah kinerja lagi. bisa-bisa bukan Cuma bu Yasmin aja yang ceramahin aku, bisa aja bu Mona, bu Shinta dan bu Jane juga ikut kasih bimbingan sama aku. Hari ini aku harus SEMANGAT! Aku juga harus tampil good looking juga, yah kan siapa tau ketemu Ilham lagi.
Wait. loh,aku kok jadi inget Ilham lagi sih?
Dengan gesit aku memarkirkan mobilku di parkiran. Aku hampir telat karena terjebak macet selama lima belas menit tadi. Sial aku bisa dicap sebagai pengurus MOS yang gak bertanggung jawab nih!
Dengan tergesa-gesa aku berjalan ke XII.a. My lovely kingdom. Waduh ni tali sepatu pake copot segala! Lanjut jalan tapi dengan resiko jatoh dan sakit, atau benerin dulu ya? Aduh gitu aja pake mikir. Benerin dulu aja deh!
Pas mau jongkok dan ngiket tali sepatu, BRUK! Eh ada yang nabrak aku! Sialan siapa sih yang bikin aku sampe ngejungkel kayak gini! Gak liat apa? Liat aja bakalan aku... ups, ternyata yang nabrak aku.....
“Eh,eh sori sori gue gak liat, sori...” Ilham minta maaf sambil ngebantu aku berdiri.
“Eh,em iya gue juga salah kok,tadi harusnya gue ngiket sepatunya dipinggir,gak ditengah jalan kayak gini..”
“Elo ngga papa kan?” raut mukanya khawatir. Ehm,dia keliatan cubanget banget banget dari dekat!
“Enggak kok,nggak papa.nggak papa banget malah,Ham” jawabku. Tak lupa dengan senyuman paling manis. Tabrak aja lagi. Hehe
“Lo kenal gue?” tanya Ilham dengan tampang bingungnya. Dia tambah imut deh! Sumpah!
“Eh,em.. iya gue tau. Elo kan satu-satunya anak baru yang udah pake almamater di hari pertama masuk,jadi lo paling gampang dikenali.. hehe”
Fiuh,tadinya aku gak tau mau jawab apa. Gak mungkin kan aku jawab ‘iya,gue tau nama elo karna gue naksir sama elo di hari pertama’ ih gak banget. Memang kadang-kadang mulutku suka nyeplos hal yang tepat.
“Oh,gitu.. oh iya, nama lo siapa?” Ilham mengulurkan tangan. ILHAM MAU KENALAN SAMA AKU! Oh my Gosh!
“Gue Kanza, kelas XII.a” aku menjabat tangannya. Oh God! Aku bisa keringet dingin nih.
“Gue Ilham, XII.b dari Bandung” dia memperkenalkan diri sambil tersenyum. Oh God! He’s so makes me crazy!
Aku Cuma tersenyum.
“Eh,Ham!” terdengar suara seseorang memanggil Ilham. Ilham yang merasa dipanggil menengok.
“Lu jadi kan ntar sore latihan?” tanya orang itu. Yang ternyata Andre,teman sekelasnya dan teman sekelasku dua tahun yang lalu.
“Jadi dong” jawab Ilham singkat.
“Oke sob! Gue tunggu” katanya lalu pergi.
Merasa penasaran,aku memberanikan diri bertanya ke Ilham “Lo mau latihan apa nanti sore?”
“Gue mau basket,lo mau ikut?”
Ikut? Dia bercanda? Oh my,gak sia-sia juga aku ikut ekskul basket dari kelas sepuluh. Seandainya gak ikut pun,aku bakal langsung ngangguk setuju.
“Gue emang ikutan basket,Ham”
“Oh ya? kalo gitu kita bisa latihan bareng dong?”
Oh my, aku mau banget!
“H’em, jadwal latihan gue juga nanti sore kok”
Ting tong ting tong bunyi bel masuk. Sial bel ini pasti ganggu!
“Eh, udah bel tuh. Gue duluan ya! see ya!” Dia pergi sambil tersenyum kearahku. Oh my Gosh,aku bener-bener naksir dia.
***

Sore ini aku berangkat basket lebih awal dari biasanya. Ilham, I’m coming!
Dengan semangat kumasuki aula olahraga. Sambil menguncir rambut dan tanpa melepas earphone yang nyantol di kupingku aku berjalan mendekati kelompok basket putri-ku.
“Yak, Kanza sudah datang. Ayo latihan dimulai!” teriak pak pelatih.
Tanpa banyak cing-cong lagi aku langsung melepas earphone dan langsung masuk ke lapangan. Aku main sangat serius sampai-sampai nggak menyadari kalau Ilham udah datang daritadi dan daritadi juga ngelihatin aku.
Priittt! Peluit pak pelatih ditiup. Tanda permainan kami selesai dan saatnya lapangan dipakai tim putra.
“Permainan lo keren banget,Za! Suer!” Ilham menghampiriku sejenak sebelum bergabung ditengah lapangan bersama teman-teman setimnya.
Aku hanya tersipu malu sambil tersenyum menanggapi Ilham.
Ternyata permainannya bukan kelas teri lagi. dari kelincahan geraknya, menurutku itu adalah hasil dari latihan yang serius. Nah,saking seriusnya memperhatikan Ilham,aku sampai nggak sadar kalau aku udah ditinggal sama teman-temanku yang lain. Kemana lagi? mereka pasti udah pulang. Sebenernya sih aku udah boleh pulang setelah latihan tadi,tapi aku kok jadi betah ya di aula?
Setelah permainan timnya selesai, Ilham memilih duduk dipinggir lapangan,disebelahku. DISEBELAHKU! Oh my.. aku deg degan lagi.
“Permainan lo tadi juga bagus kok,Ham” kataku memulai pembicaraan.
“Thanks. Mau main?” Ilham berdiri dan menawarkan untuk membantuku berdiri. Dan dengan senang hati aku mengiyakan.
Akhirnya aku main sama Ilham sampai sore banget. bahkan diluar sana udah gelap. Mungkin kami gak bakalan berhenti main kalo penjaga sekolah nggak menyuruh kami pulang.
***

Gak terasa udah beberapa minggu kulewati dengan perasaan riang gembira. Karna Ilham tentunya. Dia itu ganteng banget, murah senyum, tinggi, baik, wah perfect person lah. Eit,tapi aku masih setia kok sama kalenderku tercinta.
Pulang sekolah ini aku sendirian. Soalnya Felly lagi dipanggil sama pembina OSIS untuk ngurusin re-organisasi minggu depan. Sedangkan Ilham nggak tau ada dimana. Aku bosen banget. sekaligus kesepian. Jadi aku memutuskan mampir sebentar ke kafe buat beli cappucino ice blended kesukaanku lalu pergi ke suatu tempat. Tempat itu, sebenernya sebuah danau. Danau dengan pemandangan yang indaaaah banget disekelilingnya. Dan lagi,tempat ini gak terlalu jauh dari rumahku. Aku sering kesana kalau lagi nggak ada kerjaan atau pas lagi kesepian di rumah. Tapi belakangan ini aku jarang kesini karena lagi banyak tugas. Jadi sempatnya baru sekarang deh.
Sesampainya disana aku langsung duduk di bangku taman yang ada persis dibawah pohon belimbing dipinggir danau. Seketika aku ingat masa-masa kecilku dulu. Aku sering main disini,sama sahabat terbaik yang pernah aku punya. Sebelum Felly tentunya. Aku pernah punya sahabat dulunya. Tepatnya dia tetanggaku. Walaupun dia lebih tua 2 tahun dari aku,tapi dia bisa nyambung ngobrol sama aku. Dia cowok,baik, keren. Itu dulu sih, sekarang nggak tau. Karna udah nggak pernah ketemu lagi. Namanya....
“Udah aku duga,kamu ada disini” suara cowok dibelakangku bikin aku hampir melempar gelas yang lagi kupegang.
“K..ka..kamu?” aku kaget setengah mati. Dia kan....
“Oh gitu ya, baru ditinggal bentar aja udah lupa”
“Reza? Kamu Reza kan?” tanyaku ragu.
Dia Cuma menjawabnya dengan tersenyum.
Tanpa dikomando aku langsung berdiri dan berlari memeluknya. Erat sekali. Aku kangen dia. Kangen sekali. Oh God! I’ve been waiting so long for today!
“Eja,lo kemana aja siih? Gue kangeeen banget tau gak sih sama elo!”
“Eh? Gue kan pergi Cuma sebentar,Za.. masa udah kangen sih?”
“Sebentar apanya?” aku melepaskan pelukanku dan menatapnya sebal. “Lo pergi 1325 hari tau!”
“What? You count everyday since I go?”
Aku mengangguk. Eh,tapi dia malah tertawa.
“Buat apa sih? Gue pasti balik kok, gue kan udah janji sama lo kalo gue pasti balik. Jadi lo gak usah khawatir..” jawabnya tenang lalu menggandengku duduk di bangku tempatku duduk tadi.
Ya,Reza. Nama sahabat lamaku itu Reza. Aku gak tau kenapa dia pergi ninggalin aku beberapa tahun lalu. Dan semenjak dia pergi,aku selalu menghitung hari,menunggu dia kembali. tepat di hitungan ke 1325 ini dia datang. Senang deh. Aku kangen setengah mati! Terakhir kali aku main sama dia disini, di tempat ini. sekarang aku ketemu lagi sama dia disini.
Dulu,waktu kami baru pulang sekolah, kami ngobrol dibawah pohon belimbing yang dipinggir danau ini. Disini. Dia tanya ke aku,dia tanya kalau dia pergi jauh dan lama banget, aku mau nggak main sama dia lagi kalau dia udah kembali. ya, aku jawab iya dong. Eh besoknya pas aku nyariin dia,pembantunya bilang kalo dia udah berangkat ke London untuk nerusin High School nya disana. Semenjak saat itu aku nggak pernah lagi berhubungan sama dia.
Tapi saat ini aku nggak mau nanyain alasan kepergiannya ke London. Sekarang aku pengen ceritain gimana caranya aku bertahan tanpa dia 1325 hari lamanya.
***

Mulai pagi ini aku nggak coret-coret kalender kecilku lagi. kalender itu sekarang udah bergabung sama sisa rautan pensilku di keranjang kecil samping meja belajarku. Aku seneng deh,tetangga sebelah rumahku udah pulang! Oh Reza ku tersayang telah kembali...
Pagi ini setelah sampai disekolah aku langsung menghampiri Felly yang lagi asyik baca komik naruto di taman depan sekolah.
“Felly!” teriakku girang.
“He? Ada apa sih lo lari-lari setengah terbang gitu?” tanyanya.
“Lo inget temen lama gue yang pernah gue ceritain itu? Reza? Dia udah balik,Fell! Dia pulang! Gue seneng banget deh” ceritaku bersemangat sambil memeluknya.
“Uhuk uhukk lepasin,Za! Gue sesek tau!” aku pun melepaskan pelukanku. “Gue turut seneng deh kalo dia udah balik. Gue boleh dong kenalin?” tanyanya lagi menggoda.
“Iya boleh kok. Lo tinggal atur waktunya aja. Tapi awas aja kalo sampe lo ketemu dia,lo naksir terus....” belum selesai perkataanku tiba-tiba bel masuk berbunyi.
“Eh udah masuk. Yuk buruan!” Felly menarikku ke kelas.
...

Jam 13.30 bel pulang sekolah berbunyi. Aku sendirian LAGI. Felly lagi bener2 sibuk ngurusin malam inagurasi minggu depan. Sedangkan aku? Aku sekarang lagi kebingungan karna nggak tau mau pulang bareng siapa. Masalahnya,mobiku lagi dibengkel untuk servis bulanan. Jangan kira aku sebegitu bodohnya. Aku udah telfon mang Abdul suruh jemput aku sekarang,tapi engga diangkat2. Akhirnya aku sekarang berdiri sendirian didepan gerbang sambil melongo kayak orang bloon.
Pas banget ketika kakiku mulai pegal dan pundakku nggak karuan karena tas ku yang beratnya hampir 5kg ini, pangeran kelas sebelah, alias Ilham datang.
“Lo belum pulang,Za?” menepuk bahuku sambil tersenyum.
“Belom nih,gue gak tau mau pulang sama siapa..” jawabku,sambil tak lupa pasang tampang lemas.
“Bareng gue aja yah? Mau nggak?”
What? MAU! Aku hampir aja mau menjerit kegirangan. Untungnya gengsiku masih berfungsi. Jadi aku berusaha menjawab sebiasa mungkin.
“Mm.. gak ngerepotin nih?”
“Engga, gue kan sekalian mau pulang. Lo mau nggak bareng gue?”
“Boleh deh” jawabku sumringah.
“Oke, tunggu bentar yah, gue ambil motor dulu”  katanya sambil berjalan ke arah parkiran.
Eh,di parkiran ternyata ada temen2 sekelasnya Ilham. Alhasil,Ilham berhenti dulu dan ngobrol sama mereka. Aduh lama banget nih nunggunya. Bisa kering aku disini.
Dan pada saat aku mulai putus harapan plus kelaparan. Sebuah mobil silver metalik berhenti tepat didepanku. Kaca pengemudi dibuka. Dan. Oh malaikatku,Reza datang!
“Masuk princessa, gue tadi kerumah lo, terus kata nyokap lo, lo belom pulang. Yaudah deh,gue kesini aja sekalian ngajak lo makan siang” ajaknya sambil tersenyum. Membuat aku kenyang seketika.
Tepat disaat Reza turun dan membukakan pintu mobilnya untukku, Ilham si ‘kesatria-ganteng-kesorean’ itu datang.
“Za!” panggilnya.
Aku, dan Reza yang sama2 punya panggilan ‘za’ sama2 menoleh.
“Jadi pulang bareng gue?”
Aduh! Mampus gue! Gimana iniii?
“Lo mau pulang bareng dia,Za?” tanya Reza.
“Eh.. emm...” aku garuk-garuk kepala.
“Ngga apa-apa kok kalo lo udah janji pulang bareng dia. Kasian tuh dia daritadi diatas motor. Kepanasan. Udah gih sana pulang”
“Eh, tapi elo gimana,Ja?” tanyaku ngga enak hati.
“Ngga apa-apa. Nanti sore kan gue bisa main ke rumah elo. Boleh kan?”
“Hmm” aku tersenyum dan mengangguk setuju.
Aku pun naik ke motor Ilham yang langsung melaju ke arah komplek perumahanku.
...

“Thanks ya udah nganterin gue pulang..” kataku sesampainya di depan gerbang rumah.
“Iyah. Eh,gue terusan aja yah? Gue mau balik lagi ke sekolah. Gue lupa,bola basket gue ketinggalan nih”
Aku mengangguk. Dan melambai ke Ilham saat dia menggeber motornya meninggalkanku. Kayaknya jarak dari sekolah ke rumahku terlalu dekat deh.
Saat aku berbalik hendak membuka pagar rumah. Suara klakson mengagetkanku.
Tin tin.
Aku berbalik lagi. Reza datang rupanya.
Kenapa sih dua cowok ini selalu muncul disaat yang bersamaan? Aku yakin dia pasti tadi ketemu Ilham di perempatan situ. Aduh,kalo setiap hari gini terus, aku bisa gila.
Tapi aku tetap menyambutnya dengan senyum sumringah. Dua cowok ini memang selalu bikin aku mau terbang.
“Katanya mau datang nanti sore?” tanyaku dari kaca mobil yang dibukanya.
“Ngga boleh ya gue datang sekarang? ” senyumannya yang tadi mengembang seketika meredup. Aku merasa bersalah lagi. Manusia macam apa aku ini yang mengecewakan cowok ganteng macam dia 2 kali?
“Eh. Eng.. enggak,enggak. Gue kan Cuma tanya, yaudah yuk,masuk ajah” ajakku.
“Iya,gue laper nih. Nyokap lo masak apa,Za?”
Ya,biasanya kalau dia main kerumahku dulu, dia selalu numpang makan di rumahku. Gak masalah sih sebenernya. Karna mama papaku suka sama dia. Aku pun juga.
“Assalamualaikum tante” Reza datang dan mencium tangan mamaku. Benar2 anak yang sopan. Aku aja yang anaknya mama hampir ngga pernah kaya gitu. Paling2 pulang langsung ke kamar dan tidur siang.
“Wa’alaikum salam. Eh,Eja. Udah makan belum? Kalo belum,makan yuk.” Ajak mama.
Tiba-tiba aku jadi pingin makan di sebelah Reza. Kalau dilihat dari dekat,Reza memang ganteng banget.
“Kanza, ambilin nasinya dong buat Eja..jangan bengong terus!” mama ngagetin aku yang lagi asyik mandangin Reza. Aduh mamaaa aku jadi gelagapan.
“Eh, ambil aja sendiri.” Aku meletakkan centong nasi yang sedari tadi ku pegang ke atas piring Reza. “Nih”
“Kan nasinya dideket kamu,Kanza. Kamu kok jadi lemot gini sih...” mama menatapku heran.
 “Iyaa ambilin dong Kanzaaaa” Reza ikut2an mojokin aku. Wah jangan2 dia sekongkol sama mama nih.
Akhirnya aku mengalah. Berdiri lalu dengan terpaksa melaksanakan komando mama.
Setelah itu,aku jalan2 mengitari kota bersama sahabatku yang telah lama hilang. Reza Anugrah. Sore itu adalah sore paling indah kurasa. Aku main-main di sawah bareng Reza, main layangan bareng Reza,bahkan makan es krim bareng Reza pun menyenangkan.
Sampai malam itu pun aku pingin terus main sama Reza keliling kota. Tapi dia melarang. Aduh,anak kuliahan jadi kelihatan tua banget kalo uda nasehatin gini.
...
Pagi ini diatas mejaku sudah ada undangan ‘malam inagurasi SMA 213 tahun pelajaran 2011-2012’. Dengan semangat langsung kutarik pita yang mengikat undangan itu. Mataku terpaku pada ‘pengisi acara’nya. Ada nama ‘Ilham Fauzi kelas XII.b’ disitu.
Ilham? Ilham yang itu? Mau ngisi apa dia? Disaat aku larut dengan imajinasiku tentang penampilan Ilham pada malam inagurasi, bel masuk berbunyi. Tuh kan! Bel itu selalu aja mengganggu!
Felly yang baru saja datang dengan tergopoh-gopoh langsung kuserbu dengan pertanyaan.
“Fell.. Fell.. emangnya beneran Ilham mau ngisi di malam inagurasi? Mau ngapain dia? Emangnya dia bisa apa sih?  Terus nanti dia...”
“Aduh apaan sih lo,Za.. gak liat lo,gue lagi kerepotan bawa kamus sama tas laptop gini. Bukannya lo bantuin malah ujian lisan. Gimana sih lo?” Felly meletakkan bukunya di meja dengan penuh emosi.
“Iyaa.. iyaa, udah atuh jangan pundungan gituu” aku mencubit pipinya gemes.
...

Siang ini mobilku sudah ada di garasi rumah. Ini hari Sabtu,dan itu artinya aku bisa mempersiapkan diri  untuk malam inagurasi besok. Setelah mandi,aku bergegas ‘menculik’ kunci mobil yang ada diatas meja, lalu berjinjit keluar.
Tujuan pertamaku: butik langganan mama. Mumpung abis dikasih uang bulanan, hari ini aku bisa puas belanja disini. Dapat diskon lagi! kurang enak apa coba?
Sesampainya di butik, langsung aku caw ke bagian dress yang gak terlalu formal. Yang menjadi pilihanku, yang warnanya hitam, dan ada hiasan warna gold di rompinya. Setelah sibuk mencari sepatu dan aksesoris, aku baru sadar kalau telah melewatkan waktu makan siang. Akhirnya,aku memutuskan untuk mampir sejenak ke foodcourt kesukaanku.
Barusan duduk dan memesan makanan, kurasakan ada seseorang yang menepuk pundakku. Ternyata Reza. Cowok ini kayaknya punya bakat muncul tiba-tiba -_-
“Sendirian? Ngapain?” tanyanya.
“Iya,tadi habis cari keperluan sebentar. Sendirinya ngapain?”
“Itu,tadi nyokap minta anterin belanja,tapi lama banget. yaudah gue tinggal cari makan aja.”
“Ngawur lo,Ja. Jadi lo ninggalin dia sendiri? Kalo nyokap lo nyariin gimana? Kasian kan,ntar dia gimana pulangnya?”
“Kan bisa telpon, ribet amat sih lo,Za..”
“Silahkan mbak...” waitress datang dan meletakkan makananku di meja. Aku hanya mengangguk.
“Makan,Ja? Gue traktir deh” tawarku. Nggak enak kan,kalo kau makan sendiri,sementara ada orang lain disebelahmu?
“Wah,boleh tuh. Tapi,lain kali aja yah? Gue musti jemput nyokap nih, barusan dia sms.”
“Yaah,Ja.. kok gitu sih? Yaudah,lo jemput nyokap lo,abis itu kesini lagi ya?”
“Ngga bisa,Za. Abis ini gue ada acara keluarga”
“Sejak kapan lo tertarik ke acara begituan?” selidikku. Heran deh, apa orang2 kuliahan suka datang ke acara yang isinya orang tua-tua semua ya? sepupuku yang baru masuk kuliah juga begitu soalnya.
“Bukan ‘datang ke acara begituan’,princessa.. tepatnya,’acara begituan’ itu acara untuk gue. Acara penyambutan gue balik,setelah beberapa tahun gue sekolah di luar negeri” dengan sabar dia menjelaskan padaku.
“Terus gue makan sendirian doong?” saatnya mengeluarkan jurus muka melasku.
“Tadi sebelum gue dateng juga nggak apa-apa kan?” dia menenangkan. “Nah,itu kesatria ninja elo dateng,Za” katanya sambil menunjuk ke luar. Ternyata yang dimaksud Reza itu Ilham,yang datang dengan motor ninja-nya. Tuh kan, mereka berdua punya ikatan batin apa sih?
Aku Cuma bisa menganga. Ini kebetulan atau apa sih? Aduuuhhh
“Kenapa garuk-garuk kepala? Kutuan ya?” Reza nyengir.
Aku langsung berhenti garuk-garuk kepala. Itu gerakan reflek tauuu!
“Yaudah yah princessa, gue mau nyamperin nyokap dulu. Ntar kali ga cepet-cepet,gue bisa kena jewer. Bye” pamitnya sambil mengacak poniku.
Haaahh, dunia ini.... rasanya aku pingin terbang..
***

Sunday! Malam inagurasi! Wow!
Mama ternyata mengerti permasalahan remaja masa kini. Siang ini,mama ngajak aku pergi ke spa. Yah, walaupun aku pecicilan –jadi nggak ada gunanya berlama2 dandan di spa,nanti bakal rusak lagi- dan bikin mama repot,tapi toh dia hepi banget,cita2nya ‘ke salon bareng putri tercinta’ tercapai. Tapi,kurasa mama nggak salah-salah amat. Ke malam inagurasi kayaknya musti rapi deh.
***

Hooaahhhmm aku capek banget abis dari spa. Mandi ahh, untung nggak ketiduran sampai malem. Untung baru jam... WHAT? JAM SETENGAH LIMA? Gak banyak cingcong, langsung ke kamar mandi. Aku mau mandi yang lamaaaa banget. biar nanti pas keluar dari kamar mandi. JENGJENG.. princess!
Dari jam setengah enam aku udah bersiap didepan cermin. Aku benar-benar nggak sabar! Ilham-ku mau ngapain yaah disana? Gimana yah dia nanti? Dia di atas stage mau ngapain yah? Nyanyi kah? Baca puisi kah? Aku bener2 penasaran! Cari bocoran dari Felly bisa ga ya? coba ah sms. Eh tunggu, ini apaan misscall banyak banget dari Felly. Aduh duh. Nanti aja kali ya ngomong langsung aja sama Felly nya.

Jam tujuh tepat! Saatnya aku berangkat! Eits,tunggu. Aku berangkat sama siapa?
“Mah, mobil kemana?” tanyaku saat turun kebawah.
“Dibawa papa tadi sore” jawab mama tanpa melepaskan pandangan sedikitpun dari televisi.
“Kok bawa mobil aku sih,Ma? Mobil papa kemana emangnyaa?”
“Mobil papa kan lagi dibawa Oom Rian ke Bandung”
Oiya! Oom Rian kan tadi pagi ngambil mobil papa buat dipake ke Bandung! Terus aku gimana nih?
“Yaah,mama.. aku gimana dong berangkatnyaa?” aku mulai merengek. Pokoknya aku nggak mau sampai aku nggak bisa lihat Ilham!
“Telpon aja Eja, susah banget sih. Biasanya dulu sebelum dia pergi kan kamu juga kemana-mana dianter dia,Za..”
Mama klop banget nggak sih sama Reza? Tapi,kayaknya ide mama bagus juga tuh!
“Thanks,Ma!” aku bergegas keluar pagar dan mengetok pintu rumah Reza.
“Ejaaa.. Ejaaa... tok tok tok asalamualaekkooom”
Cklek. Pintu rumahnya dibuka. Cowok didepanku yang kulitnya kuning langsat,tinggi dan keren itu menatapku heran.
“Ayoo anterin gue,Jaaa..” tanpa basa-basi aku menggeretnya ke garasi mobil.
“Mau kemana sih? Tumben lo dandan? Pake baju gituan segala”
“Gue mau ke sekolah, malem ini sekolah gue ngadain malam inagurasi... buruan,Jaaa ntar gue telaat”
“Ya bentaran kali,masa gue ke sekolah elo pake celana pendek beginian?” kulihat mukanya manyun.
Aku berhenti dan menatap matanya. Memandangnya sejenak.
“Ja,elo ganteng, elo keren, you’re amazing just the way you are. No matter what they said,you’re the best.” Aku menepuk pundaknya.”Yuk ah ntar gue telat”
Dia mengikutiku dengan suka rela ke mobilnya. Sekilas kulihat ada senyuman tipis di bibirnya. Aku gak percaya aku ngomong kaya gitu ke Reza. Padahal kami nggak pernah ngomong serius sebelumnya. Itu juga kalau yang tadi itu serius namanya. Kami selalu ngomong sambil bercandaan. Sering ngejek satu sama lain. Oh My God! What I’ve done?
Tapi itu nggak termasuk pernyataan aku-suka-sama-Reza kan? Aku nggak tau. Aku takut kalau aku ngelakuin suatu kesalahan dengan ngomong seperti itu. Sampai sekarang aku bahkan nggak tau,aku pernah salah ngomong apa ke Reza sampe dia pergi. Kalau sampe Reza pergi lagi, aku nggak akan maafin diriku sendiri.
Okay,let’s forget it. Aku punya acara yang harus dihadiri.
Untuk menghilangkan ketegangan dalam mobil, aku langsung menghidupkan radio.
ada ada saja dengan apa yg kurasa,bergetar di dada buat ku merana
i got the feeling cause you making me smiling
thinking of you pusing 7 keliling. ku merasa ohh ada cinta
ada cinta yang kurasakan saat bertatap dalam canda...
ada..

Aduh apa-apaan sih pake nge-play lagu begituan! Sekilas aku melirik ke Reza. Dia diam aja. Alhamdulillah yahh, kayaknya dia lagi konsen nyetirnya.
Ganti frekuensi aja ah.
Masih ada perasaan dari cinta masa lalu.
Kini kita saling sendiri. Kini kita bertemu lagi.
Cinta yang hilang, cinta yang kembali.
Ketuk pintu hati yang sepi,kan ku buka sepenuh hati
Cinta yang hilang,datang dan kembali.
Ketuk pintu hati yang sepi,kan ku buka sepenuh hati

Oh My Gosh.. langsung ku pencet tombol off. Sekolahkuuu kenapa kau terasa begitu jauh hari ini? aku jadi salting nih!
“Kok dimatiin,Za?”
“Eh.. engg... enggak papa kok,Ja. Nanti kalo dengerin lama-lama bensin kamu abis kan.. hehe hehe” garing abis! Kok bisa-bisanya kepikiran alasan konyol gitu sih? Mana ada hubungannya antara radio sama bensin!
Tepat disaat aku kehabisan kata-kata. Gerbang sekolahku mulai kelihatan.
Thanks God!
“Emm.. udah sampe yah? Makasih ya,Ja. Udah repot-repot nganterin gue..”
“Iya, nanti mau dijemput jam berapa,Za?”
What? Dia bilang dia mau jemput? “Acaranya kan selesainya malam banget,Ja.. bisa tengah malam. Lo beneran mau jemput gue?”
“Justru selesainya tengah malam, makanya gue harus jemput. Masa gue tega ngebiarin cewe cantik pulang sendirian tengah malam sih?” dia nyengir. Untunglah, berarti dia ngga marah soal yang tadi. Sebenernya,bego banget aku berpikir dia marah. Buat apa coba dia marah soal yang tadi? Astagaa.
“Mm, gue nggak tau selesainya jam berapa. Nanti gue telfon aja yah?”
“Yaudah deh. Inget yah princessa, tunggu gue dulu. Baru lo boleh keluar gerbang”
“Iyeeehhh” aku menutup pintu mobilnya dengan muka manyun. Begitu berbalik, kulihat sosok cowok yang kunanti datang bersama motor ninja-nya. Aku bergegas masuk ke gerbang sekolah. Pertama, aku mencari Felly yang harusnya mendata setiap tamu.
Lain yang kucari, lain yang ketemu. Kali ini ada cowok tinggi, ganteng dan almost perfect yang berjalan kearahku.
“Hei,Za! Baru dateng?” sapanya.
“Iya nih,Ham. Tadi ada problem sedikit, makanya agak telat. Hehe”
“Oh gitu. Yaudah yuk,masuk. Gue tampil pembuka loh”
What? Dia pembuka? Pulang dari sini aku harus traktir Reza karna udah nganterin aku tepat waktu!
“Oke”

Sampai di aula. Kulihat Felly melambai ke arahku.
“Hoi lo lama banget datengnya! Gue kira elo ngga dateng,Za!” jeritnya disela-sela musik yang menderu.
“Lo gila? Gue pasti dateng!” jawabku sumringah.
“Sekarang acara malam inagurasi akan segera dimulai. Siswa/siswi yang masih berada di luar aula dipersilahkan masuk kedalam.” Kata si pembawa acara. “Nah, sebagai pembuka acara. Akan ada seorang cowok ganteng dan keren. Seorang anak baru yang sudah dianggap senior. Saya persilahkan, Ilham, kelas XII.b!”
Woooo semuanya bersorak. Ternyata bukan Cuma aku yang suka. Hihi
“Lagu ini..” katanya. “Saya akan nyanyikan untuk seseorang,yang sangat istimewa. Langit kota yang malam ini begitu mendung dan gelap,seketika langsung terang bertabur bintang. Karena ada dia”
Gitar yang sedari tadi dibawanya keatas panggung pun dipetik. Terdengar alunan lagu yang simetris dengan karakter suaranya yang merdu.
Pertama kali ku berjumpa denganmu,mataku terpaku melihat sosok dirimu
Sejak saat itu ku tak bisa lupakanmu,
Kau yang pertama yang tlah menarik hatiku..
 Dia so sweet banget kan?
Iringan tepuk tangan dan yang meneriakkan namanya riuh bergema di seluruh aula. Aku nggak kalah untuk bertepuk yang paling keras diantara yang lain. Bangga gitu rasanya.
Untung tempatku kali ini strategis banget. Pas disamping panggung. Jadi,nanti pas dia turun.. aku bakal..... eh,kok dia nggak jadi turun?
“Lagu tadi itu, saya nyanyikan khusus untuk... Ka... ngiiiikkk” mike nya kok berdengung gitu sih? Itu siapa lagi yang namanya mau disebut? Ka..... what? Kanza maybe?
“untuk Karina Fellincia Iskandar”
JLEB! Felly?
Suara heboh teman-teman yang ber-cuit-cuit lebih terdengar sebagai cambukan kali ini. nyesek banget rasanya! Oh my Gosh!
“Fell? Elo?” aku nggak tau musti bilang apa ke Felly.
“Sori ya,Za.. gue mau cerita sama elo tadi sore, eh elonya nggak angkat telfon gue... sori ya. besok lo kerumah gue ya? kita cerita-cerita. Janji deh!” dia menggenggam tanganku erat. Aku nggak pernah ngelihat Felly sebahagia ini sebelumnya. Saat ini aku bener-bener pingin nangis. Tapi aku nggak mungkin tega ngerusak mood Felly.
“Emm, selamat deh ya!” aku memeluknya. Berusaha tetap tegar.
Dia membalas pelukanku. Oh aku bener-bener nggak tau musti gimana. Air mataku hampir menetes. Aku harus cepat-cepat menyingkir dari sini.
“Fell, gue kesana bentar ya. mau ke toilet” aku lekas meninggalkan dia disana. Persis sebelum Ilham menghampiri kami disamping panggung.
Aku mau pulang! Mau nggak mau,aku harus jalan sampe ke rumah. Nggak ada taksi jam segini. Dan aku nggak mungkin telfon Reza dalam keadaan begini. Aku nggak mau dia ngeliat aku lagi kayak gini.
Sial! Sepatu ini ngehambat jalanku! Gimana aku mau cepat sampai?! Aaargh! Aku bisa dikira orang gilaaaaa nangis dipinggir jalan begini!
TIN TIN!
Dasar orang ga tau diri! Jalan masih  segitu lebarnya kenapa musti dibelakang aku sih?! Terbang aja sono!
TIN TIIINNN!
Aku sedikit mempercepat langkahku.
TIIIIIIINNN!!!
Aku memutuskan untuk nggak memperdulikan orang sinting itu. Benar-benar keterlaluan!
Tapi seketika mobil itu menyalip dan berhenti tepat didepanku. Aku masih saja berjalan menunduk sampai hampir aja menabrak pintu pengemudinya! Aaaaa! ini orang benar-benar yaa!
“Eh mas! Minggir bisa nggak sih!” aku mengomeli orang itu sambil terus terisak. “Gak ada jalan lain apa! Pake ngehalangin jalan gue segala!”
Tapi orang itu tetap diam.
Seketika aku mendongak. Mencari tau siapa orang sinting yang menguji kesabaranku itu. REZA!
Dia nggak membalas ocehanku. Malah menarikku dan memelukku. Dia berusaha menenangkanku. Tuhan,dia benar-benar malaikat tanpa sayap!

Dia selalu tau waktu yang tepat untuk muncul dihadapanku. Dan dimana tempat yang tepat untuk menenangkanku. Danau. Dia mengantarku ke danau.
Dan disanalah sebuah rahasia terungkap.
“Ssstt udah doong,jangan nangis terus,Za...”
Aku masih terisak. “Nanti,kalo kamu nangis terus, ada yang ikutan ngediemin kamu juga loh, nepuk-nepuk bahu kamu dari belakang.. hiiyyy”
Sialan! Sempet-sempetnya dia nakutin aku! Mau tak mau aku diam.
“Nah,gitu dong...”  dia merangkulku dan menenangkanku.
“Kamu jelek banget kalo nangis,Za.. sumpah!”
Aku menginjak kakinya.
“Is! Sakit tauuuu!”
“Biarin!”
“Aku ngga akan tanya alasan kenapa kamu nangis,Za.. yang penting, kamu tenang dulu..yah?” dia masih merangkulku. Ditengah angin malam yang dingin,tindakannya benar-benar membuatku sedikit merasa hangat. Jangan kira dia bakalan melepas jaket dan memberikannya padaku kayak di sinetron-sinetron yah. Itu udah nggak jaman lagi!
“Anak SMA memang ababil. Masalah dikit aja langsung nangis. Cengeng !”
Tangisanku berhenti. Tapi mukaku tambah manyun.
“Kamu beneran nggak mau cerita?” tanyanya kemudian.
Dasar plinplan! Tadi dia bilang apa!
“Hmm.. kamu tau kenapa aku pergi?”
Aku menggeleng. Sekarang dia yang curhat.
“2 hari sebelum aku pergi, aku denger mama lagi ngobrol di telepon sama seseorang. Dan aku denger,dia lagi ngerencanain perjodohan aku,Za” dia mulai bercerita.
WHAT? Masa aku harus kehilangan 2 orang sekaliguuuus. Aku putus asa banget! gak ada Reza, Ilham datang. Disaat Ilham nggak ada, masa Reza nggak ada juga buat aku? Huaaaaa!
“Aku pura-pura nggak tau rencana itu. Dan aku langsung usul ke mama untuk ngelanjutin high school ke amerika, tinggal sama sepupu aku disana. Sampe beberapa minggu yang lalu”
“dan sekarang aku putusin untuk balik lagi ke Indonesia. Aku rasa aku udah cukup besar untuk nunjukin penolakan aku ke mama. Karna aku udah punya pilihan lain.”
Whaaaat aku patah hati lagiii? Aaaaaa Reza,jangan tinggalin aku doong!
“Dan kamu tau apa kata mama pas aku ngomongin tentang penolakan aku,Za? Dia malah senyum!”
Aku ikut heran denger cerita dari Reza. “Emang,kamu ngomongnya gimana?” aku mulai tertarik.

[flashback] –REZA POV-
“Eca.. makan yuk,nak? Mama udah masakin spageti kesukaan kamu tuh!” panggil mama dari bawah.
“Iya,Mah! Bentaar” jawabku dari kamar.
Gue harus beraniin diri buat ngomong ke mama. Ini kan tujuan utama gue balik ke Indonesia!
“Mah...” aduh gue deg-degan gini. Gimana mau ngomong?
“Ya?”
“Eca mau ngomong sesuatu nih sama mama. Tapi,mama jangan marah ya?”
“Ya terantung dong,kamu mau ngomong apa..”
Aduh gimana nih! Mama jawabnya ngga meyakinkan gini!
“Ca? Buruan mau ngomong apa?”
“Mmm gini mah...” gue pun cerita dari A-Z dari mulai gue denger pembicaraan mama gue, sampe alasan gue balik ke Indonesia.
“Jadi?”
Mama bener-bener keterlaluan! Gue udah cerita panjang kali lebar samadengan luas,mama Cuma ngangguk-angguk sama ngomong gitu doang?
Gue musti tarik nafas dalam-dalam nih.
“Jadiii.... Eja mau ngomong ke mama,kalo Eja nggak mau nerima rencana perjodohan mama”
Waduh raut muka mama gak enak nih.
“Oke.” Mama menghentikan aktivitasnya dan mengalihkan pandangan ke gue.
“Terus?”
“Ya nggak pake terus-terus dong,Mah. Eja Cuma mau nyampein pendapat Eja aja kok” gue bener2 harus sabar ngadepin mama nih.
“Emangnya,dengan menolak rencana mama, kamu udah punya orang lain? Siapa? Mama mau ketemu”
Waduh, mama kok tanya ginian sih! Masa iya gue musti jawab....
“Ca?”
“Kan..” ups! Hampir keceplosan!
“Kan apa,Ca?”
“Kan Eja udah gede,Mah..”
Aduh jadi nggak nyambung gini.
“Jawab pertanyaan mama,Eca..”
Gue udah sampe sini. Gue harus terus terang sama mama.
“Kanza,Mah. Eja udah suka sama cewek lain. Dan dia... Kanza”
Mama malah senyam-senyum denger jawaban gue. Apa itu artinya.....
“Emang kamu tau siapa cewek yang mau mama jodohin sama kamu?” mama masih cengengesan.
“Nggak” jawabku sekenanya. “Emang... siapa,Ma?”
“Ya Kanza itu! Kamu sih nggak tanya-tanya dulu. Kalo mama tau dari kemaren-kemaren kalo kamu suka sama Kanza, mama yang bakalan comblangin kamu sama dia! Hahaha”
What? MAMA TERNYATA JODOHIN GUE SAMA KANZA? MAMAAA I HEART YOU!
[flashback end]

What? Aku dijodohin sama Reza? Oh my Gosh! Absolutely yes!
“Hey,Za! Jangan bengong lo!”
Aku langsung membuang muka terpesona-ku itu. Dan belaga jutek.
“Siapa yang bengong ih” sangkalku.
Dia mengangkat pergelangan tangannya. “Za, udah jam segini nih. Pulang yuk. Ntar gue juga yang kena marah nyokap kalo nganterin anak orang pulang malem-malem! Yuk berdiri” dia menarikku berdiri. Dan mengantarkanku pulang
***

Aku  menatap langit-langit kamar. Malam ini aku bener-bener nggak bisa tidur. Rasanya... dilema, ada cinta, baby baby i love you lah.
[My life soundtrack: Dilema. By:Cherrybelle]

Tuhan,tolong aku. Ku tak dapat menahan rasa di dadaku
Ingin aku memiliki, namun dia ada yang punya.
Ilham... Ilham itu sosok cowok yang wah banget lah pokoknya. Kalo aku naksir sama Ilham,wajar dong. Dia ganteng, tinggi, keren, baik, wah pokoknya sip lah. 

Tuhan, bantu aku ternyata dia kekasih sahabatku.
Entah apa yang harus ku lakukan. Hatiku bimbang,jadi tak menentu
Felly.. dia sahabat yang paling ngerti aku. Disaat aku tau kenyataan kalo dia jadian sama Ilham, ekspresi kebahagiannya bikin aku nggak sanggup untuk nunjukin kekecewaan aku. Dan aku nggak mungkin ngerusak kebahagiaannya itu. Biar lah aku yang ngalah,sedikkiiit aja. Setelah apa yang pernah dia alami dulu.. ahh aku ngga akan cerita sekarang. Pokoknya aku sayaaang banget sama dia.

Reza.... mmm, walaupun aku sempet nyuekin dia karna ada Ilham... yah, itu kan karna Ilham datang pas aku lagi kesepian tanpa Reza... Jadi....
Bukan maksud diriku melukai hatimu
Namun aku juga wanita yang ingin merasakan cinta

Tapi, aku sadar sekarang. Kayaknya ya memang cuma Reza yang bener-bener bisa aku andalkan. Aku ulangi, CUMA REZA yang bener-bener bisa aku andalkan. Aku sedih,dia ada. Aku kesepian,dia dateng. Disaat aku lagi nungguin seseorang yang nggak kunjung dateng,dia yang pertama kali ada. Disaat aku nangis karna seseorang, dia juga yang ada. Yah, walaupun musti nunggu dia 1325 hari, but, ternyata penantian aku nggak sia-sia.

Never never want you,really really love you.
Maafkan aku mengecewakanmu.
Tapi yah, kupikir. Dengan ngerelain Ilham sama Felly, itu nggak termasuk mengalah kok. Aku ngikhlasin Ilham untuk Felly,karna memang aku punya Reza. Sosok yang selama ini aku nanti. Yang bener-bener ngertiin aku. Aaaa! Really really love you Rezaa!
Really really love you, never never leave you
Segera aku melupakan dirinya..

Ham,lo sama Felly aja deh ya. Gue? Sama Reza dong!
Akatsuki Sasori Happy